Di sebuah pulau kecil yang damai, hiduplah seekor kera muda bernama Raya bersama ayah, ibu, dan adik-adiknya. Pulau itu indah, dikelilingi pepohonan kelapa dan suara debur ombak yang lembut. Namun bagi Raya, pulau itu terasa terlalu kecil dan membosankan.
Setiap hari
ia hanya memanjat pohon yang sama, makan pisang yang sama, dan bermain di
tempat yang sama.
“Ah, hidup di sini terlalu sempit,” gumam Raya suatu pagi. “Aku ingin pergi ke hutan maha luas yang
sering kudengar dari burung camar. Di sana katanya banyak buah lezat dan
pepohonan tinggi menjulang!”
Ayahnya, Kera Tua,
menasihatinya dengan lembut,
“Raya, hutan
itu memang luas dan indah, tapi juga berbahaya. Banyak binatang besar yang bisa
memangsa kita. Pulau ini mungkin kecil, tapi di sinilah kita aman.”
Namun Raya
tidak mendengarkan. Ia merasa sudah cukup kuat dan cerdas untuk menjaga dirinya
sendiri. Maka pada suatu pagi, saat keluarganya masih tertidur, Raya diam-diam menyeberangi laut
dengan menaiki batang kayu besar. Ia berlayar hingga akhirnya tiba di tepi hutan maha luas itu.
Begitu
menginjakkan kaki di sana, Raya terpana.
“Wow! Begitu
banyak pohon, begitu banyak buah! Aku bisa hidup bahagia di sini!”
Ia melompat
dari dahan ke dahan, memetik mangga, durian, dan rambutan yang ranum. Ia
tertawa puas, merasa hidupnya kini jauh lebih menyenangkan daripada di pulau
kecilnya dulu.
Namun
hari-hari berikutnya mulai berubah. Saat malam tiba, hutan menjadi gelap dan sunyi. Suara
lolongan dan auman terdengar dari kejauhan. Kadang ranting di bawahnya patah,
membuat jantung Raya berdebar keras.
Suatu hari,
ketika ia sedang memetik buah di tepi sungai, tiba-tiba terdengar auman keras menggema.
Seekor harimau besar
muncul dari balik semak! Matanya menatap tajam, air liurnya menetes, dan
langkahnya pelan tapi pasti menuju ke arah Raya.
Raya
ketakutan. Ia melompat dari satu pohon ke pohon lain, namun harimau itu terus
mengejarnya. Nafasnya tersengal, tubuhnya gemetar.
“Tolong!
Tolong aku!” teriak Raya dengan suara serak.
Saat harimau
hampir menerkamnya, dari kejauhan terdengar suara yang sangat dikenalnya — suara ayahnya!
“Raya!
Lompat ke sini cepat!”
Raya menoleh
dan melihat ayahnya berdiri di cabang pohon besar sambil memegang seutas tali
rotan. Dengan sisa tenaga, Raya melompat sekuat-kuatnya ke arah ayahnya. Tepat
saat harimau menerkam, mereka berdua berhasil berayun ke atas dan menjauh dari
cengkeraman maut itu.
Setelah
berlari jauh dan bersembunyi di balik tebing, Raya menangis tersedu-sedu.
“Ayah...
maafkan aku. Aku tidak mendengarkan nasihat Ayah. Aku kira dunia di luar sana
lebih indah, tapi ternyata penuh bahaya.”
Kera Tua
mengelus kepala anaknya dengan lembut.
“Tak apa,
Nak. Petualanganmu membuatmu belajar. Kadang kita baru tahu arti rumah setelah
kita pergi jauh darinya.”
Raya pun
menunduk dan tersenyum malu. Ia berjanji tidak akan pergi tanpa izin lagi.
Sejak hari itu, ia hidup bahagia bersama keluarganya di pulau kecil itu — pulau
yang dulu dianggap membosankan, namun kini terasa aman, hangat, dan penuh cinta.

Posting Komentar untuk "Kera Yang Bosan dan Ingin Menjelajah Hutan Maha Luas"